Berdasarkan ada tidaknya asupan udara pembuatan kompos dapat dibedakan menjadi pengomposan aerobik dan pengomposan anaerobik (digesti erobik). pada pengomposan aerobik, adanya udara dapat mempercepat proses pembusukan oleh mikroorganisme aerobik, proses berlangsung cepat, dan tidak menimbulkan bau. ebaliknya oksigen tidak perlu dalam pengomposan anaerobik, proses berlangsung lama, biasanya menimbulkan bau, dan produk akhir yang dihasilkan adalah gas metana sebagai sumber energi baru. Berikut ini adalah Teknologi Pembuatan Kompos Secara Aerobik dan Anaerobik
1. Pengompasan Aeorbik
a. Pengomposan Sistem Windrow
Merupakan metode yang paling sederhana dan sudah sejak lama dilakukan. Untuk mendapatkan aerasi dan pencampuran, biasanya tumpukan sampah tersebut dibalik (diaduk). Hal ini juga dapat menghambat bau yang mungkin timubul. Pembalikan dapat dilakukan, baik secara mekanis maupun manual. sistemWindroW sudah berkembang di Indonesia untuk skala kecil atau sering disebut dengan sistem UDPK.
b. Aerated Static Pile Composting
Udara disuntikkan melalui pipa statis ke dalam tumpukan sampah. Untuk mencegah bau yang timbul, pipa dilengkapi dengan exhaust fan. Setiap tumpukan biasanya menggunakan blower untuk memantau udara yang masuk.
c. In-veseel Composting System
Sistem pengomposan dilakukan di dalam kontainer/tangki tertutup. Proses ini berlangsung secara mekanik. Untuk mencegah bau disuntikkan udara, pemantauan suhu, dan konsentrasi oksigen.
d. Vermicomposting
Merupakan langkah pengembangan pengomposan secara aerobik dengan memanfaatkan cacing tanah sebagai perombak utama atau dekomposer. Inokulasi cacing tanah dilakukan pada saat kondisi material organik sudah siap menjadi media tumbuh (kompos setengah matang). Dikenal empat marga cacing tanah yang sudah dibudidayakan, yaitu Eisenia, Lumbricus, pheretima, dan peryonix.
e. Effective Microorganism (EM)
Effective microorganism merupakan kultur campuran dari mikroorganisme yang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman yang dapat diaplikasikan sebagai inokulan untuk meningkatkan keragaman dan populasi mikroorganisme di dalam tanah dan tanaman yang selanjutnya dapat meningkatkan kesehatan, pertumbuhan, kuantitas, dan kualits produksi tanaman. Effective microorganism dapat memfermentasikan bahan organik dan memanfaatkan gas serta panas dari proses pembusukan sebagai sumber energi. Manfaat yang dapat diambil dalam teknologi effective microorganism pada pengolahan sampah kota adalah berkurangnya bau busuk dan panas yang keluar dari tumpukan sampah, berkurangnya lalat dan hama lain di tempat pembuangan sampah, gundukan sampah cepat menurun sehingga daya tampung sampah dalam lubang penampungan dapat ditingkatkan lebih dari 30%, serta masalah-masalah lingkungan dan kesehatan pekerja. Selain itu, sampah dapat dijadikan kompos dalam jangka waktu hanya dua minggu.
2. Pengomposan Anaerobik
Proses ini disebut juga dengan proses digesti anaerobik yang dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu sebagai berikut.
a. Digesti Anaerobik dengan Tingkat Kepadatan Rendah
Konsentrasi kepadatan antara 4-8%, menggunakan bahan baku sampah domestik,kotoran manusia, dan hewan. Proses ini menghasilkan gas metana dan direncanakan untuk skala besar.
b. Digesti Anaerobik dengan Tingkat Kepadatan Tinggi
Konsentrasi kepadatan mencapai 22%. Keuntungan utama dari proses ini adalah air yang dibutuhkan lebih sedikit daripada digesti anaerobik dengan tingkat kepadatan rendah mengingat mahalnya biaya, kedua proses diatas tidak direkomendasikan sebagai upaya daur ulang energi dari sampah domestik, tetapi lebih baik diterapkan untuk penanganan sampah pertanian dan peternakan.
1. Pengompasan Aeorbik
a. Pengomposan Sistem Windrow
Merupakan metode yang paling sederhana dan sudah sejak lama dilakukan. Untuk mendapatkan aerasi dan pencampuran, biasanya tumpukan sampah tersebut dibalik (diaduk). Hal ini juga dapat menghambat bau yang mungkin timubul. Pembalikan dapat dilakukan, baik secara mekanis maupun manual. sistemWindroW sudah berkembang di Indonesia untuk skala kecil atau sering disebut dengan sistem UDPK.
b. Aerated Static Pile Composting
Udara disuntikkan melalui pipa statis ke dalam tumpukan sampah. Untuk mencegah bau yang timbul, pipa dilengkapi dengan exhaust fan. Setiap tumpukan biasanya menggunakan blower untuk memantau udara yang masuk.
c. In-veseel Composting System
Sistem pengomposan dilakukan di dalam kontainer/tangki tertutup. Proses ini berlangsung secara mekanik. Untuk mencegah bau disuntikkan udara, pemantauan suhu, dan konsentrasi oksigen.
d. Vermicomposting
Merupakan langkah pengembangan pengomposan secara aerobik dengan memanfaatkan cacing tanah sebagai perombak utama atau dekomposer. Inokulasi cacing tanah dilakukan pada saat kondisi material organik sudah siap menjadi media tumbuh (kompos setengah matang). Dikenal empat marga cacing tanah yang sudah dibudidayakan, yaitu Eisenia, Lumbricus, pheretima, dan peryonix.
e. Effective Microorganism (EM)
Effective microorganism merupakan kultur campuran dari mikroorganisme yang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman yang dapat diaplikasikan sebagai inokulan untuk meningkatkan keragaman dan populasi mikroorganisme di dalam tanah dan tanaman yang selanjutnya dapat meningkatkan kesehatan, pertumbuhan, kuantitas, dan kualits produksi tanaman. Effective microorganism dapat memfermentasikan bahan organik dan memanfaatkan gas serta panas dari proses pembusukan sebagai sumber energi. Manfaat yang dapat diambil dalam teknologi effective microorganism pada pengolahan sampah kota adalah berkurangnya bau busuk dan panas yang keluar dari tumpukan sampah, berkurangnya lalat dan hama lain di tempat pembuangan sampah, gundukan sampah cepat menurun sehingga daya tampung sampah dalam lubang penampungan dapat ditingkatkan lebih dari 30%, serta masalah-masalah lingkungan dan kesehatan pekerja. Selain itu, sampah dapat dijadikan kompos dalam jangka waktu hanya dua minggu.
2. Pengomposan Anaerobik
Proses ini disebut juga dengan proses digesti anaerobik yang dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu sebagai berikut.
a. Digesti Anaerobik dengan Tingkat Kepadatan Rendah
Konsentrasi kepadatan antara 4-8%, menggunakan bahan baku sampah domestik,kotoran manusia, dan hewan. Proses ini menghasilkan gas metana dan direncanakan untuk skala besar.
b. Digesti Anaerobik dengan Tingkat Kepadatan Tinggi
Konsentrasi kepadatan mencapai 22%. Keuntungan utama dari proses ini adalah air yang dibutuhkan lebih sedikit daripada digesti anaerobik dengan tingkat kepadatan rendah mengingat mahalnya biaya, kedua proses diatas tidak direkomendasikan sebagai upaya daur ulang energi dari sampah domestik, tetapi lebih baik diterapkan untuk penanganan sampah pertanian dan peternakan.
Itulah tadi sedikit informasi yang bisa saya sampaikan tentang Teknologi Pembuatan Kompos Secara Aerobik dan Anaerobik semoga bermanfaat dan menambah wawasan Anda.
This comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDelete